Saat ini masyarakat sedang dicekoki peristiwa yang menyedihkan lewat berbagai media. Seorang tokoh masyarakat berargumen menggunakan pendapat dari penafsirannya mengenai isi Al-Qur’an secara serampangan dan dibela terang-terangan dengan mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah teks sehingga bebas ditafsirkan dari sudut pandang mana pun. Respon masyarakat akan hal ini sangat beragam, mulai dari yang pro, kontra sampai diam tak berdaya.
Peristiwa aktual tersebut menjadi salah satu pokok bahasan dalam kuliah keenam Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Fatahillah, Jakarta, pada Rabu (12/10) malam, yang diselenggarakan di Gedung Suara Islam. Dalam kesempatan ini, para peserta kuliah menerima materi “Wahyu dan Kenabian” yang disampaikan oleh Muhammad Fadhila Azka, S.Th.I. Ustadz lulusan UIN Jakarta itu menjelaskan secara singkat bahwasanya Al-Quran bukanlah teks, melainkan wahyu yang diwariskan.
“Qur’an itu bukan teks seperti yang dibilang oleh orang-orang liberal. Al-Quran itu wahyu, risalah, atau kalam yang turun secara sembunyi-sembunyi kepada seseorang pilihan Allah yang kemudian wajib disyiarkan,” terang Azka.
Azka juga menegaskan bahwa sebagai wahyu, Al-Quran memiliki tujuh karakteristik khusus yang membedakannya dari teks biasa. “Pertama, aksidental dan transendental. Kedua, ia menolak kompromi. Ketiga, ia memuaskan akal dan qalb. Keempat, ia adalah bentuk Rububiyyah Allah. Kelima, lafzhan wa ma’nan minallah, artinya lafazh dan maknanya berasal dari Allah. Keenam, tidak ada logika eksternal. Ketujuh, mengkonsep agama sesuai fitrah manusia,” ungkapnya.
Materi yang disampaikan kepada peserta SPI setiap pekannya semakin mendalam dan rumit. Hal ini membuktikan bahwa ilmu pengetahuan sangat luas dan memiliki tingkat yang perlu dipahami. Walaupun demikian, hal itu tidak menyurutkan semangat peserta untuk menuntut ilmu.
“Materinya seru! Sebenarnya awalnya ngantuk dan kurang semangat, tapi demi ilmu harus tetap semangat,” ucap salah seorang peserta bernama Naqiyya. [iqlima/islamedia/abe]
No comments:
Post a Comment